Legenda adalah cerita yang diceritakan
secara turun-menurun oleh masyarakat sehingga pengarangnya tidak diketahui.
Legenda ini ada karena kepercayaan masyarakat ataupun pengarangnya pada jaman
dahulu. Setiap daerah juga memiliki legendanya masing-masing. Biasanya legenda
itu bercerita tentang asl-usul terjadinya suatu tempat, kesaktian seseorang dan
keajaiabn-keajaiban yang lain.
Kali ini saya akan memberikan salah satu contoh dari
legenda yang ada di wilayah Gorontalo, legenda ini berjudul “Asal-usul Danau
Limboto”.....
Pada zaman dahulu, wilayah Limboto
merupakan sebuah lautan yang cukup luas. Namun suatu ketika air laut di wilayah
tersebut surut dan justru menjadi hamparan utan yang luas. Di hutan itu juga
muncul beberapa mata air, salah satunya adalah mata air Tupalo yang memiliki
air yang sangat jernih. Mata air ini sering sekali didatangi oleh para bidadari
yang turun dari kahyangan, para bidadari tersebut mendatangi mata air ini untuk
mandi. Ada juga seseorang penduduk dari kayangan yang turun ke bumi dan
menjelma menjadi manusia, ia memiliki wajah yang cukup tampan. Lelaki ini kerap
disebut sebagai Jilomoto.
Suatu hari disaat Jilomoto sedang
melewati mata air Tupalo, tanpa sengaja ia melihat tujuh bidadari dari
kahyangan yang tengah mandi. Tentulah Jilomoto terpanah dengan
kecantikan-kecantikan bidadari itu. Ia juga sangat ingin untuk memperistri
salah satunya. Ia berusaha melakukan berbagai cara, salah satunya adalah dengan
mengambil sayap dari salah seorang bidadari itu dan menyembunyikannya agar bidadari
tersebut tidak bisa kembali ke kahyangan.
Menjelang sore, ketujuh bidadari itu
telah selesai mandi dan akan kembali ke kahyangan. Namun bidadari tertua yang
bernama Mbu’i Bungale tidak dapat menemukan sayapnya. Walaupun telah mencari kemana-mana tetap juga
tidak ditemukan, akhirnya dengan berat hati keenam adiknya terpaksa
meninggalkan kakak sulung mereka di bumi.
Mbu’i Bulange sangat merasa sedih, sehingga ia
terus-menerus menangis di mata air itu. Jilomoto lalu berpura-pura untuk
bersimpati kepada Mbu’i Bulange dan berkenalan. Tak lama setelah mereka
berkenalan, Jilomoto melamar Mbu’i Bulange. Merekapun menikah dan tinggal
disebuah rumah di puncak bukit Huntu lo Tiopol. Untuk bertahan hidup, mereka
berdua bercocok tanam.
Setelah lama tinggal di bumi dan menikah
dengan Jilomoto, Mbu’i Bulange mendapatkan kiriman dari kahyangan. Kiriman itu
adalah sebuah batu mustika sebesar telur itik yang disebut dengan bimulela.
Karena kiriman itu sangat berharga, Mbu’i Bulange menyimpanya dengan sangat
hati-hati. Mbu’i Bulange menutupiny dengan sebuah tudung dan menyimpannya di
dekat mata air Tupalo.
Beberapa waktu kemudian, terdapat empat
orang pelancong yang melewati mata air Tupalo. Disana mereka beristirahat
sejenak. Salah seorang pelancong itu melihat sebuah tudung dan segera
memberitahukan temannya tentang tudung tersebut. Karena merasa penasaran,
mereka berusaha untuk meraih dan mengambil tudung tersebut. Namun, belum juga
sempat meraihnya tiba-tiba muncul angin besar yang sangat lebat dan mengguyur
tempat itu. Merekapun segera berlindung di tempat aman. Setelah cukup jauh,
mendadak angin mereda dan hujan pun berhenti. Mereka merasa janggal dengan
situasi tersebut dan merasa bahwa tudung itu memiliki kekuatan ajaib. Karena
penasaran, merekapun kembali lagi ke tempat tudung itu berada. Sebelum empat
orang itu mengambil tudung itu, mereka meludahi tudung itu dengan air sepah
yang telah dimantrai. Perlahan mereka membuka tudung itu dan menemukan sebuah
mustika sebesar telur itik dibawah tudung.
Disaat yang bersamaan juga Mbu’i Bulange
dan Jilomoto sedang menuju ke tempat itu untuk mengambil mustikanya. Mbu’i
Bulange merasa kaget ketika mendapati keempat pelancong itu sedang berada di
sekitar mustikanya. Mbu’i Bulange juga memperingati keempat orang itu agar tidak
mengambilnya karena itu bukan milik mereka. Namun, keempat pelancong itu tetap
bersikeras bahwa mustika itu milik mereka. Mbu’i Bulange menantang mereka
dengan cara mereka harus memperluas mata air Tupalo dengan kekuatan mereka jika
mustika itu memang milik mereka. Satu persatu mereka mencoba untuk memperluas
mata air itu namun gagal.
Dengan beraninya, keempat pelancong itu menantang
balik Mbu’i Bulange dengan cara yang sama. Tanpa berbicara Mbu’i Bulange
langsung duduk dan bersedekap dan mengucapkan mantra. Mbu’i Bulange lantas
mengajak suaminya menyingkir ke tempat lebih tinggi. Tak lama setelah itu, mata
air Tupalo membesar dan meluas. Air yang keluar dari mata air itu terus
membesar dan terus meninggi. Keempat pelancong itu merasa terkejut dan takjub.
Karena terus meninggi mereka merasa takut tenggelam dan akhirnya memohon maaf
dan mengakui bahwa mereka salah. Karena Mbu’i Bulangen seorang bidadari pemaaf,
maka ia kembali berdoa dan bersedekap sehingga air itu mulai berhenti mengalir.
Mbu’i Bungale memegang mustika bimulela
itu dan sebuah keajaiban terjadi. Dari mustika tu keluar seorang bayi
perempuan. Wajah bayi itu terlihat sangat cantik dan bercahaya seperti rembulan
sehingga diberi nama Tolango Hula yang berarti cahaya bulan. Tolango Hula juga
diyakini sebagai pemimpin wilayah Limboto kelak. Mbu’i Bulange dan Jilomoto
segera membawa Tolango Hula pulang kerumah. Namun, sebelum mereka pulang, Mbu’i
Bulange melihat ima buah jeruk terapung-apung di tengah danau dan Mbu’i Bulange
segera mengambilnya. Ia merasa cukup heran karena buah jeruk itu sangat mirip
dengan buah jeruk yang ada di negeri Kahyangan. Ia juga melihat satu pohon
jeruk yang sedang berbuah lebat. Untuk memastikannya ia akhirnya bertanya
kepada suaminya. Jilomoto juga merasa demikian dan membenarkan bahwa jeruk itu
sama dengan yang ada di kahyangan.
Mbu’i Bulange percaya bahwa tumbuhnya pohon jeruk
itu karena kebesaran tuhan. Kejadian ini akhirnya diabadikan oleh Mbu’i Bulange
dan merasa pantas jika danau ini diberi nama Bulalo lo limu o tutu yang artinya
danau dari jeruk yang berasal dari kayangan. Lama kelamaan akhirnya danau itu
dikenal dengan nama “Bulalo lo Limutu atau Danau Limboto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar